Dalam
diskusi ringan, sahabat kita bertanya, mengapa ada premanisme? Saya
jawab, karena masih ada orang yang berpikir preman. Mengapa ada orang
berpikir preman? Karena masih ada yang memiliki keyakinan bahwa
menyelesaikan segala sesuatu harus dengan kekerasan. Mengapa ada orang
yang berkeyakinan demikian? Boleh jadi, karena dalam otaknya berisikan
“file-file” yang penuh dengan nilai-nilai kekerasan.
Premanisme
adalah pola pikir yang memunculnya dorongan berbuat kekerasan.
Mendesain pola pikir kekerasan, sangat mudah. Anda cukup menyediakan
suasana kekerasan dalam keluarga, khususnya di saat otak anak sedang
bertumbuh dan berkembang. Kapan itu? Sejak anak dalam kandungan hingga
anak berusia 12 thn atau 13 tahun. Bila suasana seperti ini di lakukan,
maka otak emosi khususnya bagian Amigdala akan terbiasa terstimulasi dengan suasana kekerasan.
Kekerasan
fisik, kekerasan emosi atau kata-kata, akan memudahkan otak Amigdala
“panas”. Lingkungan yang penuh kekerasan (baik fisik or kata2), akan
mudah menstimulasi otak amigdala jadi mudah “panas”. Suasana kekerasan
(mama-papa berantem) yg dilihat/didengar oleh anak juga memudahkan otak
amigdalanya “panas”. Game komputer yg berisikan kekerasan adalah sarana
terbaik menjadikan otak amigdala terlatih berbuat kekerasan. Bahkan
seringnya media memuat berita kriminal yg “terkonsumsi” anak, juga
“memanas” kan otak amigdala. Keluarga yang selalu menyediakan suasana
kekerasan seperti ini, pasti, akan menjadi “POP”(PABRIK OTAK PREMAN).
Premanisme
terjadi akibat kesalahan pendidikan keluarga, khususnya saat proses
dasar pendidikan anak sedang berjalan (0-13 thn).Kesalahan tsb membuat
“tatanan” nilai kebenaran yg ada di dlm otaknya menjadi berantakan dan
pola pikirnya pun keluar dari “tatanan” kebenaran itu. Anda bisa
bayangkan, apa yang terjadi bila pola pikir kita telah keluar dari
tatanan kebenaran. Itu artinya, nilai-nilai kesalahan telah menjadi
nilai-nilai yang diyakini “kebenaran”nya dan menjadi referensi dalam
berpikiran dan berperilaku.
Ia
berpikir kekerasan, iapun melakukan kekerasan dan ia pun “menikmati”
kebiasaan kekerasan ini bahkan bisa “kecanduan” kekerasan. Dan bila,
kebiasaan berpikir kekerasan ini masuk dalam bagian otak “Ganglia
Basalis”, maka pikirannya pun akan berpikir kekerasan secara otomatis.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan