Selasa, 12 Mac 2013

Pabriknya Otak Preman

Dalam diskusi ringan, sahabat kita bertanya, mengapa ada premanisme? Saya jawab, karena masih ada orang yang berpikir preman. Mengapa ada orang berpikir preman? Karena masih ada yang memiliki keyakinan bahwa menyelesaikan segala sesuatu harus dengan kekerasan. Mengapa ada orang yang berkeyakinan demikian? Boleh jadi, karena dalam otaknya berisikan “file-file” yang penuh dengan nilai-nilai kekerasan.
Premanisme adalah pola pikir yang memunculnya dorongan berbuat kekerasan. Mendesain pola pikir kekerasan, sangat mudah. Anda cukup menyediakan suasana kekerasan dalam keluarga, khususnya di saat otak anak sedang bertumbuh dan berkembang. Kapan itu? Sejak anak dalam kandungan hingga anak berusia 12 thn atau 13 tahun. Bila suasana seperti ini di lakukan, maka otak emosi khususnya bagian Amigdala akan terbiasa terstimulasi dengan suasana kekerasan.
Kekerasan fisik, kekerasan emosi atau kata-kata, akan memudahkan otak Amigdala “panas”. Lingkungan yang penuh kekerasan (baik fisik or kata2), akan mudah menstimulasi otak amigdala jadi mudah “panas”. Suasana kekerasan (mama-papa berantem) yg dilihat/didengar oleh anak juga memudahkan otak amigdalanya “panas”. Game komputer yg berisikan kekerasan adalah sarana terbaik menjadikan otak amigdala terlatih berbuat kekerasan. Bahkan seringnya media memuat berita kriminal yg “terkonsumsi” anak, juga “memanas” kan otak amigdala. Keluarga yang selalu menyediakan suasana kekerasan seperti ini, pasti, akan menjadi “POP”(PABRIK OTAK PREMAN).
Premanisme terjadi akibat kesalahan pendidikan keluarga, khususnya saat proses dasar pendidikan anak sedang berjalan (0-13 thn).Kesalahan tsb membuat “tatanan” nilai kebenaran yg ada di dlm otaknya menjadi berantakan dan pola pikirnya pun keluar dari “tatanan” kebenaran itu. Anda bisa bayangkan, apa yang terjadi bila pola pikir kita telah keluar dari tatanan kebenaran. Itu artinya, nilai-nilai kesalahan telah menjadi nilai-nilai yang diyakini “kebenaran”nya dan menjadi referensi dalam berpikiran dan berperilaku.
Ia berpikir kekerasan, iapun melakukan kekerasan dan ia pun “menikmati” kebiasaan kekerasan ini bahkan bisa “kecanduan” kekerasan. Dan bila, kebiasaan berpikir kekerasan ini masuk dalam bagian otak “Ganglia Basalis”, maka pikirannya pun akan berpikir kekerasan secara otomatis.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan